Archive for March, 2010

KAJIAN EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR PELABUHAN RATU

Kondisi Mangrove Di Wilayah Pesisisr Pelabuhan Ratu

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis) yang unik. Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran .

Secara fisik wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu memiliki morfologi yang bervariatif dari dataran hingga perbukitan dan pegunungan. Dengan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kesalahan dalam pengelolaan pada bagian atas akan dengan cepat berdampak terhadap wilayah pesisir dan laut. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan dengan ekosistem kawasan pesisir mencakup pantai, muara sungai dan perairan dekat pantai. Secara administrasi wilayah Pesisir Teluk Pelabuhan Ratu terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Cisolok, Pelabuhan Ratu dan Kecamatan Ciemas

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantainya selalu tergenang air.  Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis. Ekosistem mangrove, memiliki fungsi fisik, ekonomi dan ekologi. Secara fisik menjaga garis pantai agar tetap stabil, mereduksi terpaan angin laut, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, mencegah instrusi air laut, dan mengolah bahan limbah. Gosalam et al. (2000) telah mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi yaitu Alcaligenes faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium pseudodiphtheriticum, Rothia sp., Bacillus coagulans, Bacillus brevis dan Flavobacterium sp. Fungsi ekologi dari ekosistem mangrove adalah sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, satwa liar, primata, serangga, burung, reptil dan amphibi (Nontji, 1993). Kondisi fisik hutan mangrove yang kecenderungannya membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan, memerangkap sedimen yang mengandung nutrien. Selain nutrien pada ekosistem mangrove juga terdapat detritus yang di dekomposisi oleh detritivor dengan bahan dasar guguran daun mangrove. Selanjutnya dimanfaatkan secara berantai oleh berbagai organisme dan dimanfaatkan oleh ekosistem perairan lain yang berada disekitarnya seperti ekosistem lamun dan terumbu karang (Kaswadji dalam Rochana, 2009). Hal inilah yang menyebabkan banyak dan beragamnya fauna yang berinteraksi dengan ekosistem mangrove.

RANTAI MAKANAN

Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbale balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energy dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi. Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari  sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Terdapat tiga macam rantai pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.

  1. Rantai Pemangsa

Rantai pemangsa adalah landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.

  1. Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.

  1. Rantai Saprofit

Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan. Sedangkan secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan:

  • Rantai Makanan Langsung.

Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan mulai dari tingkatan trofik terendah yaitu fitoplankton sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil .

  • Rantai Makanan Detritus.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut . Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.

Jenis Organisme Pada Rantai Makanan Ekosistem Mangrove Di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ratu

Adanya sistem akar yang padat, menyebabkan sedimen, yang mengandung unsur hara, terperangkap. Selain itu model perakaran ini juga menyebabkan gerakan air yang minimal pada ekosistem ini. Sehingga hewan pengurai (detritivor) memiliki aktivitas tinggi dengan jumlah yang banyak pada ekosistem ini. Detritus  yang dimaksud disini adalah bakteri patogen seperti Shigella, Aeromonas dan Vibrio dimana bakteri ini dapat bertahan pada air mangrove walaupun tercemar bahan kimia berbahaya . Selain itu, terdapat mikroorganisme lain yang dapat menguraikan molekul organik pada ekosistem mangrove. Mikroorganisme itu adalah fitoplankton dan zooplankton, dengan penjelasan sebagai berikut :

  1. a. fitoplankton adalah dari kelas Chlophyceae (alga hijau) dan Chrysophyceae (alga hijau kuning) yang termasuk didalamnya adalah diatom. Nybaken (1992) menyatakan jenis-jenis tumbuhan laut mikroskopis yang yang berlimpah diatas dataran berlumpur, adalah diatom. Dari hasil penelitian di ekosistem mangrove perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat pada bulan Maret 2006 tercatat komposisi marga fitoplankton di berjumlah 13 marga, yang terdiri dari 10 marga diatom dan 3 marga dinoflagellata, yang komposisinya didominasi oleh marga diatom (Thoha. 2007). Salah satu jenis alga hijau kuning adalah Chyanobacterium. Alga ini bersifat anoksik dan juga banyak melimpah di perairan. Romimohtaro dan Juwana (1999) menyatakan oleh kelimpahan organisme jenis ini karena adanya kandungan unsur hara yang berlebih. Dan ini sangat sesuai dengan kondisi ekosistem mangrove yang kaya unsur hara dan kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang rendah.

  1. b. Zooplankton. Fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Nybaken (1992) menyatakan pada estuaria, sekitar 50-60 % persen produksi bersih fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Pada dasarnya hampir semua fauna akuatik muda yang terdapat pada ekosistem mangrove, dikategorikan sebagai zooplankton, (Setyawan dkk, 2002). Usia muda dari fauna akuatik (larva) sebagian besar berada di ekosistem mangrove. Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton, karena termasuk fauna yang pergerakannya masih dipengaruhi oleh pergerakan air, sebagaimana pengertian dari plankton itu sendiri. Oleh karena itu juga Thoha (2007) mengkategorikan Gastropoda, Bivalva, telur ikan, dan larva ikan kedalam zooplankton. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari Filum Protozoa, memakan bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove.  Selain itu taksa zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem mangrove adalah Copepoda. Ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung, lemuru, tembang dan bahkan cakalang berprefensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap sementara pada ekosistem mangrove, yang cenderung hidup bergerombol dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada ekosistem itu sendiri.

Biota yang paling banyak dijumpai dalam ekosistem mangrove pelabuhan ratu adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata), Udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) yang terkenal termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter.

Tumbuhan hijau adalah sumber energi utama dalam ekosistem mangrove. Oleh karena itu tanaman mangrove itu sendiri dan fitoplankton yang hidup didalamnya ditempatkan pada posisi terbawah atau pertama dalam trofik jaring makanan. Selanjutnya bakteri dan fungi adalah organisme yang secara langsung menguraikan molekul organik pada ekosistem mangrove, maka dapat dikatakan organisme ini sebagai produsen utama dan ditempatkan pada tingkatan trofik kedua di dalam jaring makanan. Zooplankton, Molusca dan Crustacea berada pada tingkatan trofik ketiga.

Transformasi Energi

Karena terjadi proses makan memakan, maka di dalam rantai makanan juga terjadi pengalihan energi, yang berasal dari satu organisme yang dimakan, ke organisme pemakan. Sumber asal energi dalam rantai makanan adalah matahari. Kimball (1987) menyatakan tumbuhan hijau menghasilkan molekul bahan bakar lewat proses fotosintesis hanya dengan menangkap energy matahari untuk sintesis molekul-molekul organik kaya energi dari prekursor H2O dan CO2.dan udara.

Proses fotosintesis

CO2 + H2O ———-> (CH2O) + O2

Di dalam ekosistem mangrove yang juga termasuk kategori tumbuhan adalah tanaman mangrove itu sendiri dan fitoplankton. Selanjutnya secara berantai tumbuhan itu dimakan oleh organisme tingkatan trofik yang lebih tinggi, yang secara tidak langsung terjadi poses pengalihan energi didalamnya. Struktur tropik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Anonim (2008) mengkategorikan tiga jenis piramida ekologi, yaitu :

  1. Piramida jumlah

Pada piramida ini organisme pada tingkat tropik masing-masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti organisme tingkat pertama biasanya paling melimpah atau banyak, sedangkan organisme tingkat tropik kedua, ketiga dan selanjunya semakin berkurang. Piramida ini didasarkan pada jumlah organisme tiap tingkat tropik.

  1. Piramida biomassa

Piramida biomassa adalah ukuran berat materi hidup diwaktu tertentu, dengan cara mengukur berat rata-rata organisme ditiap tingkat, kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.

  1. Piramida energi

Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama, dan dapat memberikan gambaran akurat tentang aliran energi dalam ekosistem

Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia ditiap tingkat tropik. Berkurangnya energi terjadi di setiap tropik karena hal – hal berikut:

– Hanya sejumlah makanan tertentu yang di tangkap dan di makan oleh tingkat tropic selanjutnya.

– Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicerna dan dikeluarkan sebagai sampah.

– Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisme, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.

KESIMPULAN

Mangrove memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai tempat terjadinya proses rantai makanan. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat dipetik dari pembahasan, bahwa ;

 Ekosistem mangrove yang kaya akan nutrien, dimanfaatkan oleh organisme lainnya sebagai Feeding Ground (tempat mencari makan) yang selanjutnya membentuk rantai makanan.

 Rantai makanan membentuk proses pengalihan energi didalamnya dengan tumbuhan menjadi sumber utama.

 Secara umum mangrove memiliki beberapa fungsi secara fisik, ekonomis, dan ekologis

Arus lintas indonesia ( ARLINDO )

ABSTRAK

Arlindo adalah arus dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia lewat selat-selat  yang disebabkan oleh perbedaan Tinggi Paras Laut antara kedua samudra tersebut.

Arlindo merupakan bagian penting dalam sirkulasi samudra dunia dalam penghantaran panas (heat). Dalam kondisi normal, di perairan Pasifik di sebelah Utara Irian terdapat kolam Air Hangat (Warm Water Pool) yang disebabkan oleh menumpuknya air yang terbawa oleh  Katulistiwa Selatan karena hembusan Angin Pasat (trade winds) di Pasifik. Massa air yang terangkut oleh Arlindo dipengaruhi oleh adanya El Niño dan La Niña. Dampak El Niño dan La Niña terhadap kehidupan di laut Nusantara belum banyak dikaji. Terdapat beberapa kenyataan yang menunjukkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) yang dapat dikaitkan dengan El Niño. Kajian terintegrasi mengenai El Niño perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkannya.

1. Pendahuluan

Untuk dapat mengevaluasi hubungan sebab-akibat antara perubahan iklim global

(khususnya dalam kaitan El Niño dan La Niña) dan benua maritime indonesia, maka perlu lebih dahulu diketahui sifat dan kondisi alami perairan indonesia.  Di pihak lain pengkajian dilakukan dengan mengarahkan pada pengaruh proses-proses oseanografi yang terjadi di sini atas keadaan iklim global.

Kondisi Pokok Perairan Nusantara

arus arus Laut

Angin monsun menimbulkan pula arus laut laut monsun di Kepulauan indonesia  yang

disebut     Armondo (Berlage, 1927; Ilahude, 1996). arus ini secara rata-rata mengalir dari Laut Cina Selatan masuk ke Laut Jawa lewat Laut Natuna dan Selat Karimata. Dari Laut.Jawa, Armondo meneruskan alirannya ke laut-laut yang jeluk di Laut Flores dan Laut Banda. Sesuai dengan angin monsun penyebabnya, maka Armondo juga berbalik arah dengan angin itu. Dangkalnya perairan di kawasan barat , misalnya Laut Natuna dan Laut Jawa, menyebabkan pula Armondo biasanya terlihat sampai ke dasar perairan

Di bagian laut jeluk (deep water) di kawsan timur Kepulauan  mengalir pula satu laut penting yakni  Arlindo.  ini mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia dan terdapat baik di lapisan paras maupun lapisan termoklin. Cabang utama Arlindo mengalir dari Samudra Pasifik masuk Laut .Sulawesi terus ke Selat Makassar lalu berbelok ke timur masuk Laut Flores dan Laut .Banda. Di bagian tenggara Laut .Banda  berbelok ke arah selatan dan ke barat-daya, memasuki Laut Timor dan terus ke Samudra Hindia. Cabang yang lainnya masuk dari Laut Halmahera terus ke Laut Seram, tetapi sebagian lagi kembali ke Samudra .Pasifik lewat Laut Maluku. Demikian pula cabang yang masuk lewat Laut Maluku, halnya langsung berbelok-balik (retroflection) ke arah Samudra Pasifik, dan bersama- sama dengan yang datang dari Laut Halmahera, membentuk awal  Sakai (Counter Current)

Katulistiwa Pasifik . Bagian Arlindo di lapisan terkincau (mixed layer) sangat dipengaruhi oleh monsun. Misalnya di kawasan selatan Selat Makassar, Arlindo berbelok ke Laut Jawa pada MT, dan berbelok ke Laut Flores dan Laut Banda pada MB. Di Laut .Halmahera  keluar ke Samudra .Pasifik pada MB dan masuk dari Samudra .Pasifik pada MT. Hanya di beberapa tempat  mengalir ke satu arah terus menerus pada kedua musim, yaitu ke selatan di utara dan tengah Selat

Makassar, ke barat-daya di sepanjang pantai selatan Pulau Timor dan ke arah Samudra .Pasifik di utara Laut Maluku  Armondo pada tingkat pertama langsung dibangkitkan oleh angin monsun. Hal ini disebabkan karena sumbu arah angin rata-rata praktis berimpit dengan sumbu perairan deretan Laut Cina Selatan – Laut Natuna – Selat Karimata – Luut Jawa, hingga angin tersebut seolah-olah bertiup di atas sebuah terusan. Tidak demikian halnya dengan Arlindo, yang hanya dipengaruhi monsun secara tak langsung. Mekanisme utama pembangkit Arlindo adalah perbedaan TPL (Tinggi Paras Laut) di pantai Mindanao – Halmahera – Irian utara, dibandingkan dengan yang di pantai selatan Jawa-Sumbawa.

Pada MT  Katulistiwa Utara dan Selatan di Samudra Pasifik banyak mengangkut massa air ke arah Mindanao dan Halmahera sedangkan  Katulistiwa Selatan di Samudra Hindia banyak mengangkut air dari pantai Jawa – Sumbawa ke arah Afrika. Akibatnya terdapat perbedaan yang bisa mencapai 30 atau 40 cm pada MT antara TPL di Davao dibandingkan dengan Cilacap, dan beda TPL inilah pembangkit utama dari Arlindo Lapisan tempat mengalirnya  ini mencakup baik lapisan terkincau (0-75 m) maupun lapisan termoklin (75-350 m) dan masih terasa hingga lapisan dingin (400-700 m).

Pada MB beda TPL ini mengecil disebabkan pada musim ini air kawasan Mindanao – Halmahera disebarkan lebih ke selatan oleh Pantai Irian (TPL turun), sedangkan di kawasan Jawa – Sumbawa terjadi penumpukan air oleh  Pantai Jawa (TPL naik). Akibatnya Arlindo pun melemah pada MB.

Sebaran salinity menegak di Selat Makassar menunjukkan efek tak langsung dari monsun atas Arlindo tersebut. Hasil penelitian belakangan ini menunjukkan pula bahwa daya angkut Arlindo ternyata bervariasi sesuai dengan hadir tidaknya El-Niño

Sebaran parameter oseanografi

Angin dan  yang berganti arah sesuai dengan peralihan musim mempengaruhi pula

sebaran mendatar dari beberapa parameter oseanografi Perairan . Pada MB misalnya

angin dan  mendorong massa air hangat  lebih ke selatan lagi, yaitu ke kawasan Laut

Araíüra dan barat-laut Australia, sedangkan kekosongan yang timbul diganti oleh masuknya air yang relatif dingin dari kawasan Laut Cina Selatan, timurnya Asia Tenggara. Akibatnya terdapat peningkatan suhu paras laut dari Laut Cina Selatan ke arah Laut Arafura.

Saliniti lapisan paras dipengaruhi pula oleh angin dan  monsun. Di kawasan barat , hal ini masih ditambah pula oleh pengaruh jumlah air tawar asal sungai dan hujan yang

meragam sesuai dengan perubahan monsun. Jumlah air tawar sebagai hujan yang biasanya meningkat pada MB menyebabkan penurunan saliniti yang menyeluruh khususnya di kawasan barat, yang oleh  Armondo disebarkan ke kawasan timur . Pada MT hal yang sebaliknya terjadi,  Arlindo membawa masuk air bersaliniti tinggi Samudra Pasifik, masuk ke kawasan timur . Armondo kemudian menyebarkan saliniti tinggi tersebut ke kawasan barat . Hal ini menyebabkan panaikan menyeluruh saliniti di perairan  yang ikut diperkuat oleh penguapan yang lebih besar dari hujan di sana-sini . Karena dangkalnya kawasan barat , maka sebaran suhu dan saliniti di lapisan dasar, polanya mengikuti apa yang terdapat di permukaan, karena kuatnya pengaruh Armondo.

Telah disebutkan bahwa di kawasan barat  sebaran menegak parameter oseanografi umumnya tidak menunjukkan keragaman yang berarti, karena pengincauan (mixing)

oleh angin dapat mencakup sampai ke dasar, hingga kolom air menjadi homogen, atau kecil variasinya . Di kawasan timur sebaran menegak tadi terutama di kontrol oleh hadirnya Arlindo di sini.

Pengaruh langsung angin monsun diperkirakan hanya terbatas pada lapisan terkincau saja. Hal inipun masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan mana yang

lebih dominan, efek langsung angin monsun ataukah Arlindo. Pada lapisan termoklin jelas Arlindo saja yang berperan .

Pada MT, masuknya cabang utama Arlindo, mengangkut pula dua massa air, yaitu Air Sub Tropik Pasifik Utara (ASPU) yang menyebar pada bagian atas lapisan termoklin dan Air Ugahari Pasifik Utara (AUPU) di bagian bawahnya (Gambar 4). Kedua massa air ini terlihat jelas di Laut Sulawesi dan Selat Makassar dan di Laut Flores dan Laut Banda. Cabang sekunder yang masuk lewat Laut .Halmahera membawa dua massa air pula yakni Air Subtropik Pasifik Selatan (ASPS) dan Air Ugahari Pasifik Selatan (AUPS). Akan tetapi penyebaran kedua massa air ini terbatas di Laut .Halmahera dan Laut Maluku dan tidak terlihat di Laut Banda, kecuali sedikit AUPS

www.coremap.or.id/downloads/0737.pdf+arus+lintas+indonesia&cd=26&hl=id&ct=clnk&gl=id

ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi